ASAL USUL SEPEDA
Sejarah sepeda bermula di Eropa. Sekitar tahun 1790, sebuah sepeda
pertama berhasil dibangun di Inggris. Cikal bakal sepeda ini diberi nama
Hobby Horses dan Celeriferes. Keduanya belum punya mekanisme sepeda
zaman sekarang, batang kemudi dan sistem pedal. Yang ada hanya dua roda
pada sebuah rangka kayu. Bisa dibayangkan, betapa canggung dan besar
tampilan kedua sepeda tadi. Meski begitu, mereka cukup menolong
orang-orang – pada masa itu untuk berjalan.
Penemuan fenomenal dalam kisah masa lalu sepeda tercipta berkat Baron Karl Von Drais. Von Drais yang tercatat sebagai mahasiswa matematik dan mekanik di Heidelberg, Jerman berhasil melakukan terobosan penting, yang ternyata merupakan peletak dasar perkembangan sepeda selanjutnya. Oleh Von Drais, Hobby Horse dimodifikasi hingga mempunyai mekanisme kemudi pada bagian roda depan. Dengan mengambil tenaga gerak dari kedua kaki, Von Drais mampu meluncur lebih cepat saat berkeliling kebun. Ia sendiri menyebut kendaraan ini dengan nama, Draisienne. Beritanya sendiri dimuat di koran lokal Jerman pada 1817. Proses penciptaan selanjutnya dilakukan Kirkpatrick Macmillan. Pada tahun 1839, ia menambahkan batang penggerak yang menghubungkan antara roda belakang dengan ban depan Draisienne. Untuk menjalankannya, tinggal mengayuh pedal yang ada.

Sampai
akhirnya, keponakan James Starley, John Kemp Starley menemukan
solusinya. Ia menciptakan sepeda yang lebih aman untuk dikendarai oleh
siapa saja pada 1886. Sepeda ini sudah punya rantai untuk menggerakkan
roda belakang dan ukuran kedua rodanya sama. Namun penemuan tak kalah
penting dilakukan John Boyd Dunlop pada 1888. Dunlop berhasil menemukan
teknologi ban sepeda yang bisa diisi dengan angin (pneumatic tire). Dari
sinilah, awal kemajuan sepeda yang pesat. Beragam bentuk sepeda
berhasil diciptakan.
Seperti diketahui kemudian, sepeda menjadi kendaraan yang mengasyikkan. Di Indonesia, perkembangan sepeda banyak dipengaruhi oleh kaum penjajah, terutama Belanda. Mereka memboyong sepeda produksi negerinya untuk dipakai berkeliling menikmati segarnya alam Indonesia. Kebiasaan itu menular pada kaum pribumi berdarah biru. Akhirnya, sepeda jadi alat transpor yang bergengsi.
Seperti diketahui kemudian, sepeda menjadi kendaraan yang mengasyikkan. Di Indonesia, perkembangan sepeda banyak dipengaruhi oleh kaum penjajah, terutama Belanda. Mereka memboyong sepeda produksi negerinya untuk dipakai berkeliling menikmati segarnya alam Indonesia. Kebiasaan itu menular pada kaum pribumi berdarah biru. Akhirnya, sepeda jadi alat transpor yang bergengsi.
Seperti ditulis Ensiklopedia Columbia, nenek moyang sepeda diperkirakan berasal dari Prancis. Menurut kabar sejarah, negeri itu sudah sejak awal abad ke-18 mengenal alat transportasi roda dua yang dinamai velocipede. Bertahun-tahun, velocipede menjadi satu-satunya istilah yang merujuk hasil rancang bangun kendaraan dua roda. Yang pasti, konstruksinya belum mengenal besi. Modelnya pun masih sangat “primitif”. Ada yang bilang tanpa engkol, pedal tongkat kemudi (setang). Ada juga yang bilang sudah mengenal engkol dan setang, tapi konstruksinya dari kayu.
Adalah
seorang Jerman bernama Baron Karls Drais von Sauerbronn yang pantas
dicatat sebagai salah seorang penyempurna velocipede. Tahun 1818, von
Sauerbronn membuat alat transportasi roda dua untuk menunjang efisiensi
kerjanya. Sebagai kepala pengawas hutan Baden, ia memang butuh sarana
transportasi bermobilitas tinggi. Tapi, model yang dikembangkan
tampaknya masih mendua, antara sepeda dan kereta kuda. Sehingga
masyarakat menjuluki ciptaan sang Baron sebagai dandy horse.
Baru
pada 1839, Kirkpatrick MacMillan, pandai besi kelahiran Skotlandia,
membuatkan “mesin” khusus untuk sepeda. Tentu bukan mesin seperti yang
dimiliki sepeda motor, tapi lebih mirip pendorong yang diaktifkan
engkol, lewat gerakan turun-naik kaki mengayuh pedal. MacMillan pun
sudah “berani” menghubungkan engkol tadi dengan tongkat kemudi (setang
sederhana).
Sedangkan ensiklopedia Britannica.com
mencatat upaya penyempurnaan penemu Prancis, Ernest Michaux pada 1855,
dengan membuat pemberat engkol, hingga laju sepeda lebih stabil. Makin
sempurna setelah orang Prancis lainnya, Pierre Lallement (1865)
memperkuat roda dengan menambahkan lingkaran besi di sekelilingnya
(sekarang dikenal sebagai pelek atau velg). Lallement juga yang
memperkenalkan sepeda dengan roda depan lebih besar daripada roda
belakang. Namun kemajuan paling signifikan terjadi saat teknologi
pembuatan baja berlubang ditemukan, menyusul kian bagusnya teknik
penyambungan besi, serta penemuan karet sebagai bahan baku ban. Namun,
faktor safety dan kenyamanan tetap belum terpecahkan. Karena teknologi
suspensi (per dan sebagainya) belum ditemukan, goyangan dan guncangan
sering membuat penunggangnya sakit pinggang. Setengah bercanda,
masyarakat menjuluki sepeda Lallement sebagai boneshaker (penggoyang
tulang). Sehingga tidak heran jika di era 1880-an, sepeda tiga roda yang
dianggap lebih aman buat wanita dan laki-laki yang kakinya terlalu
pendek untuk mengayuh sepeda konvensional menjadi begitu populer. Trend
sepeda roda dua kembali mendunia setelah berdirinya pabrik sepeda
pertama di Coventry, Inggris pada 1885. Pabrik yang didirikan James
Starley ini makin menemukan momentum setelah tahun 1888 John Dunlop
menemukan teknologi ban angin. Laju sepeda pun tak lagi berguncang.
Penemuan
lainnya, seperti rem, perbandingan gigi yang bisa diganti-ganti,
rantai, setang yang bisa digerakkan, dan masih banyak lagi makin
menambah daya tarik sepeda. Sejak itu, berjuta-juta orang mulai
menjadikan sepeda sebagai alat transportasi, dengan Amerika dan Eropa
sebagai pionirnya. Meski lambat laun, perannya mulai disingkirkan mobil
dan sepeda motor, sepeda tetap punya pemerhati. Bahkan penggemarnya
dikenal sangat fanatik.
Kini, sepeda punya beragam
nama dan model. Ada sepeda roda tiga buat balita, sepeda mini, “sepeda
kumbang”, hingga sepeda tandem buat dikendarai bersama. Bahkan olahraga
balap sepeda mengenal sedikitnya tiga macam perangkat lomba. Yakni
“sepeda jalan raya” untuk jalanan mulus yang memiliki sampai 16
kombinasi gir yang berbeda, “sepeda track” dengan hanya 1 gigi serta
“sepeda gunung” yang memiliki 24 gigi.
Sumber: http://www.sepedaan.com/2008/11/asal-usul-sepeda.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar