Sebagian kita di jalan mungkin pernah kesal atau bahkan mengumpat kepada sopir bus di jalan. Mungkin tidak jarang juga kita mengutuk dan mencaci sopir bus yang menyebabkan kecelakaan di jalan raya. Hal itu menimbulkan rasa penasaran bagi kami. Seberapa susah mengemudikan bus? Lantas apa saja yang diperlukan untuk menjadi sopir bus yang baik?
Rasa penasaran itulah yang membawa kami ke pusat pelatihan Mercedes-Benz di kawasan Ciputat, Jawa Barat. Di sana kami dipertemukan dengan seorang instruktur senior bernama Sulasno. Ia yang bertanggung jawab melatih hampir semua sopir bus dari beragam perusahaan angkutan yang memakai bus Mercy.
Bukan hanya itu, Mercedes-Benz pun menyiapkan bus terbesar dan tercanggih mereka yang berkode OH 1836 sebagai tantangan untuk kami kemudikan.
“Ini tak semudah kelihatannya. Ada banyak prosedur yang harus dilakukan sebelum berkendara,” buka Sulasno. “Bahkan ketika berkendara, Anda juga mesti ingat kalau mobil ini berbobot belasan ton dan memiliki panjang 12,8 meter. Belum lagi, cara mengemudinya berbeda dibanding mobil penumpang, karena Anda duduk di depan roda depan.”
Alhasil, kedua tester kami yang biasanya lincah mengemudi serta lantang menyuarakan review tes mobil baru, harus duduk terpaku selama kurang lebih 1 jam mendengarkan pengarahan Sulasno.Dalam 1 jam, kami ditantang untuk bisa bermanuver benar dan aman dengan bus itu.
Inilah kisah mereka.
|
|
Sudut belok patah membantu manuver | Wajib cek mesin, kucing sering tidur di sini. It’s true! |
Fitra Eri: “Sulit namun mengasyikkan”
Begitu duduk di balik kemudi, sejenak saya terlupa akan ukuran mobil ini. Saya justru lebih senang melihat fitur-fitur canggih yang ditawarkan si bus. Ia memiliki suspensi udara yang bisa disetel ketinggiannya, onboard-computer, retarder (pengereman oleh mesin) yang bisa diatur serta transmisi mekanis yang dibantu tenaga listrik untuk meringankan perpindahan tuas.
Tapi begitu melihat spion, bagaikan melihat barisan tempat duduk yang tak habisnya di sebuah gang panjang. Tanpa sempat menenangkan hati, Sulasno pun meminta saya untuk segera menjalankan bus.
Masukkan gigi 1, lepas kopling perlahan, dan biarkan torsi 1.600 Nm dari mesin raksasa 11.967 cc-nya menggerakkan mobil 15 ton ini tanpa perlu menginjak gas. Selanjutnya, semua terasa berjalan normal. Tak ada kesulitan berarti menjalankan dan memindahkan gigi, meski masih terasa sangat berat tuasnya bagi kami. Tapi setir dan koplingnya sangat enteng. Begitu juga suara mesin di belakang yang nyaris tak terdengar.
Barulah ketika diminta berputar balik, terasa sekali bedanya. Saya harus mencamkan betul bahwa posisi duduk jauh di depan ban depan. Bahkan bisa dianggap saya duduk di kap mesin. Alhasil titik acuan pandang dan pergeseran bus terasa sangat berbeda dibanding mobil kecil.
Untunglah saya berhasil dengan tepat mengkalkulasi ujung kendaraan dan mengeksekusi U-turn secara sempurna di ruang sempit.
Saya agak kewalahan ketika diminta berputar balik di tempat lebih sempit lagi dan mengharuskan mundur. Spion kanan-kiri harus selalu dilihat bergantian karena tak ada kaca belakang. Kebetulan bus yang kami tes belum dilengkapi kamera mundur.
Ujian selanjutnya yakni berhenti di tanjakan bisa dilalui tanpa masalah. Begitu pula saat parkir. Tapi memang, mengemudikan bus mengharuskan sopir konsentrasi penuh tiap saat dan selalu memantau kondisi sekitar, dalam kadar berlipat kali dibanding kendaraan normal.
Sumber: http://tips.autobild.co.id/read/2014/04/16/10265/67/15/Belajar-Menyetir-Bus-Mercy |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar